Pada
suatu ketika di Nagari Pariangan,
daerah yang menjadi awal mula perkembangan masyarakat Minangkabau menyebar dan
berkembang ke daerah-daerah di sekitarnya yang belum ditaruko
dan ditempati, hingga menyebar ke wilayah-wilayah yang ada seperti sekarang
ini. Penyebaran ini bermula dari dilakukannya ekspedisi ke arah dua mata angin,
ke arah Timur munculah dua wilayah baru,
yaitu Dusun Tuo Limo Kaum dan daerah Bungo Setangkai yang sekarang merupakan Nagari Sungai Tarab. Ke wilayah barat dikenal
sebagai ekspedisi Batipuh, daerah pertama yang dibuka adalah Nagari Sabu.
Setelah
ekspedisi tersebut, semakin banyaklah masyarakat yang ada di Pariangan Padang
Panjang saat itu membentuk kelompok-kelompok ekspedisi untuk mencari daerah
baru yang mereka yakini nantinya dapat dijadikan sebagai daerah pemukiman baru
bagi anak kemenakannya nanti. Diantara kelompok-kelompok ekspedisi yang
berangkat dari Pariangan, ada satu kelompok ekspedisi yang dipimpin oleh Sutan
Nan Qawi Majoano. Dalam kelompok ekspedisi ini terdiri dari delapan orang
yaitu; Sutan Nan Qawi Majoano, Rapu Sarok, Ramang Putih, Ramang Hitam, Candi
Aluih (dikenal sebagai Niniak orang
Melayu), Rabaani (dikenal sebagai Niniak orang
Durian), Kumbo (dikenal sebagai Niniak
orang Bariang) dan Indalan.
Mereka
berangkat dari Pariangan dengan menyusuri daerah-daerah yang berada dalam sailiran Batang Bangkaweh,
kemudian terus menuju ke Selatan Koto Basa Damasraya. Dari daerah ini
perjalanan diteruskan menuju arah selatannya lagi yaitu dengan melewati
beberapa daerah antara lain; melintasi Batang Kuantak dan Batang Hari sampai ke
Muaro Tebo dan Muaro Bungo. Dari daerah ini mereka naik Biduak Pongkong, hingga sampai di
daerah Durian Ditakuak Rajo. Perjalanan mereka selanjutnya diteruskan memudiki
Batang Hari sampai ke hulu Batang Suliti dan akhirnya sampai ke sebuah lembah
yang indah, airnya jernih udaranya sejuk. Di daerah inilah diputuskan untuk
mengembangkan penghidupan, awalnya daerah ini mereka namai Rimbo Anok sekarang
dikenal sebagai Alam Surambi Sungai Pagu.
Sementara
itu di Pariangan, karena telah begitu lama rombongan ekspedisi yang dipimpin
oleh Sutan Nan Qawi Majoano tidak ada kabar beritanya tentang keberadaan
mereka. Berita ini mejadi buah bibir dalam Nagari
Pariangan hingga akhirnya berita ini sampai didengar Raja Di Pagaruyung.
Mendegar berita tersebut, Raja memerintahkan Basa Ampek Balai membentuk kelompok untuk mencari dan menelusuri
jejak perjalanan kelompok ekspedisi yang dipimpin Sutan Nan Qawi Majoano. Maka
dibentuklah sebuah rombongan yang berjumah sebanyak 60 orang, berangkat mencari
ke arah hilangnya Sutan Nan Qawi Majoano yang dipimpin oleh Inyiak Alang Palabah dan Inyiak Majolelo.
Dari
Pariangan rombongan ini berangkat menuju Singkarak dan bertemu dengan 13 orang Niniak yang melarikan diri dari Agam.
Kedua rombongan ini bergabung melakukan perjalanan hingga sampai daerah Sirukam
dan Supayang. Di tempat ini kedua rombongan ini berpisah, Niniak yang 60 orang itu melanjutkan perjalanan ke arah selatan
menuju Lembah Gumanti (Alahan Panjang). Perjalanan diteruskan ke hulu Sungai
Batang Hari. Hingga sampai di sebuah tempat yang bernama Bukit Tanaman Batu.
Di daerah
ini salah seorang Niniak (bernama Si Padeh)
yang berjumlah 60 orang itu sakit (perut) dan akhirnya meninggal dunia. Setelah
dikuburkan, maka Niniak yang tinggal
59 orang, menamakan daerah tempat Niniak
yang meninggal dunia itu Bukit Sipadeh, sekarang berada di Kecamatan Lembah
Gumanti dan arahnya setentang ke arah timur dari Nagari Titian Paning. Akibat peristiwa itu, setelah Sipadeh
meninggal dunia, maka Niniak yang
tinggal 59 orang dikenal kemudian di Alam Surambi Sungai Pagu sebagai Niniak Kurang Aso 60, maksudnya kurang satu dari 60. Dalam perjalanan
berikutnya Niniak Kurang Aso 60 melewati daerah Surian, di
daerah ini terjadi peristiwa hilangnya pisau salah seorang Niniak Kurang Aso.
Setelah sekian lama melakukan perjalanan, akhirnya rombongan yang dipimpin oleh
Inyiak Alang Palabah dan Majolelo
sampai di Nagari Pasir Talang
sekarang bertemu dengan kelompok Sutan Nan Qawi Majoano.
Ajakan Niniak Kurang Aso kepada Sutan Nan Qawi Majoano untuk kembali ke
Pagaruyung ditolak. Sutan Nan Qawi Majoano beralasan, “Apalagi yang dicari,
disini buminya subur hawanya sejuk pula, airnya jernih ikannya jinak. Apalagi
pemandangan menyejukkan mata. Kembali ke Pagaruyung, kita pun akan berusaha
demi anak kemenakan”. Akhirnya Niniak
Kurang Aso 60 bisa memahami alasan
Sutan Nan Qawi Majoano tetap betahan di Rimbo Anok. Niniak Kurang Aso 60 pun
tertarik untuk tinggal dan mengabungkan diri dengan kelompok Sutan Nan Qawi
Majoano.
Munculnya
suku di Rimbo Anok/Alam Surambi Sungai Pagu, dibentuk setelah kedatangan
rombongan Niniak Kurang Aso 60. Berdasarkan kata mufakat, dibentuklah sebuah susunan
masyarakat Alam Surambi Sungai Pagu menurut adat Koto Piliang dan mereka susun
tata cara pemerintahan menurut adat Pagaruyung.
Peta Pola Penyebaran Masyarakat Minangkabau Ke Daerah Rantau.
Setelah
disusun dan dibentuknya struktur kehidupan dan pemerintahan di Surambi Sungai
Pagu. Maka diutuslah utusan ke Pagaruyung untuk menghadap Raja. Utusan ini
bertugas menyampaikan pesan bahwa: “urang
rantau lah batamu, hati sanang padi manjadi. Penduduk berkembang biak rukun
dan damai, dagang tak tercinto nak pulang. Dari itu penduduk Alam Surambi
Sungai Pagu meminta pengesahan Raja Pagaruyung
untuk dapat diangkat pula seorang raja di Sungai Pagu. Permintaan itu
dikabulkan Raja Pagaruyung tapi dengan syarat:
1.
Boleh mengangkat Raja di Alam Surambi Sungai Pagu tetapi
tidak sama kedudukannya dengan Raja Pagaruyung. Raja Sungai Pagu tetap menjadi dunsanak
kandung dari Raja Pagaruyung.
2.
Walaupun telah mempunyai ranah rantau nan damai, namun
Pagaruyung jangan sampai tidak dikunjungi (setidak-tidaknya sekali semusim
angin beralih).
Dengan persetujuan dan
diiringi restu Raja Pagaruyung, maka atas mufakat orang-orang di Sungai Pagu, orang
yang dituakan sebagai Raja dalam Alam Surambi Sungai Pagu adalah yang bergelar
Tuanku Rajo Disambah Bagindo Sutan Basa
yang tetap berkedudukan di Kampung Dalam Bandar Lakum. Dalam menjalankan
pemerintahannya raja mengangkat 4 orang Raja yang bertugas sebagai pimpinan
dalam 4 suku besar yang ada. Tujuannya adalah untuk lebih memudahkan beliau untuk
menjaga ketentraman hidup dalam masyarakat Sungai Pagu.
Raja Pagaruyung mengakui
keberadaan Kerajaaan Alam Surambi Sungai Pagu berdasarkan telah berkembangnya
penduduk di daerah tersebut. Begitu jauhnya jarak dengan Kerajaan Pagaruyung,
maka Raja memutuskan untuk menjadikan daerah tersebut sebagai daerah rantau nan barajo. Seiring dengan
berjalannya waktu, sistem pemerintahan di Sungai Pagu terus dibenahi dan ditata
hingga diangkatlah seorang Raja. Dalam struktur pemerintahannya, Raja dibantu
oleh beberapa orang Andhiko (basa) untuk
menjalankan pemerintahannya, yaitu :
1. Tuanku Bagindo Sari Pado (Melayu)
2. Tuanku Rajo Batua (Panai)
3. Tuanku Bagindo (Kampai Nan 24)
4. Tuanku Rajo Malenggang (Lareh Nan Tigo (bakapanjangan).
Susunan ini terus
menerus diwariskan di Alam Surambi Sungai Pagu. tatanan penempatan ini
merupakan keputusan Raja Alam Surambi Sungai Pagu, sebagai pucuk kaum
masing-masing.
Rombongan Niniak Kurang Aso di Bandar Lakum
mendirikan sebuah dusun yang bernama Koto Melayu. Dikarenakan semakin
berkembang dan bertambahnya penduduk Sungai Pagu. Maka atas perintah Raja Tuanku
Rajo Disambah Bagindo Sutan Basa, Inyiak
Alang Palabah yang merupakan salah seorang pimpinan rombongan Niniak Nan Kurang Aso 60. Beliau Diperintahkan
untuk mencari daerah-daerah baru yang nantinya kelak akan dijadikan sebagai
tempat pemukiman baru untuk masyarakat Sungai Pagu yang dari waktu ke waktu
terus bertambah. Seperti di Surian, Raja
Surambi Sungai Pagu mengangkat dua orang Penghulu
paruik gadang karena telah berkembang pula baparuik gadang, dengan gelar adat :
·
Datuk Rajo
Johan (Kaum Caniago)
·
Datuk Sati
(Melayu)
Dalam tata perkembangan nagari dua kaum ini juga ikut dalam
perkembangan masyarakat Nagari Surantih
melalui Surian. Sementara dari ekspedisi yang dipimpin Inyiak Alang Palabah diperkirakan muncul daerah pemukiman baru yang
kemudian dikenal saat ini sebagai wilayah Kerajaan Banda Sepuluh yang terdiri
dari beberapa Nagari yang antara lain
adalah Batang Kapeh, Taluk, Surantih, Amping Parak, Kambang, Lakitan, Pelanggai,
Punggasan, Sungai Tunu dan Air Haji.