Asal mula penamaan nama sebuah daerah atau tempat dimana pun memiliki latarbelakang yang berbeda. Latar belakang peristiwa, ketokohan, keunikan dan kekuatan yang melekat pada hewan, tumbuhan serta misteri. Adakalanya kronologi cerita dan pemaknaan nama tempat dibangun dengan kesan cerita yang tidak dapat diterima oleh logika dan akal sehat. Meski secara ilmiah sulit untuk diinterpretasikan secara sistematis. Penelusuran, pemaknaan sebuah nama tempat dapat dihimpun berdasarkan persepsi dan pengetahuan masyarakat setempat. berikut ini hanyalah sebuah catatan lapangan tentang asal mula nama tempat yang dikumpulkan saat berada di Nagari Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan.
Dalam
pengetahuan masyarakat Surantih terdapat beberapa versi cerita asal
mula nama Nagari Surantih. Munculnya
pengetahuan yang berbeda ini bukanlah masalah yang harus diperdebatkan untuk
mencari kebenaran dari hal yang diyakini benar. Pengetahuan dan pemahaman yang
berbeda merupakan gambaran dari masyarakat Nagari
Surantih dalam mengenal dan memahami lingkungannya sendiri. Apalagi logat dan
dialek bahasa setiap saat berubah-rubah seiring dengan bergantinya zaman. Ada
beberapa penyebab, salah satunya adalah pengaruh sistem dari konsep nagari yang menerapkan adat salingka nagari, apalagi pengaruh
dari bahasa-bahasa penjajah. Itu sebabnya timbulnya beberapa versi dari kalimat
awal kata Surantih seperti : Serantih, Surantie, ada juga Surantia. Semuanya
tentunya punya alasan tertentu dari penjabaran tertentu pula. Begitu juga asal
nama nagari dan nama kampung-kampung
di Nagari Surantih. Biasanya diambil
dari kejadian dan peristiwa alam yang terjadi pada masa dahulu.
Sketsa Wilayah Nagari Surantih dan Ajok Sepadan Berupa Batas Alam |
1. Asal Mula
Nama Nagari Surantih Menurut Beberapa Versi
a.
Versi Perilaku Raja
Mengenai asal nama Nagari Surantih sendiri ada beberapa versi. Pertama, asal nama Nagari Surantih ini berawal dari peristiwa yang berlangsung di daerah Kampung Pasie Nan Panjang sekarang, disaat air laut mulai surut dan bumi (daratan) bertambah luas (Lawik Basentak Turun, Bumi Basentak Naiek). Daratan yang baru muncul dan belum bertuan tersebut oleh Raja dibagi-bagikan (Diagiah-agiahkan) pada rakyatnya. Peristiwa ini diibaratkan Raja sedang ma[r]antiah makanan yang kemudian diagiah-agiah (Diberikan) pada anak kamanakan yang ada. Kemudian dari kata-kata ma[r]antiah dan diagiah-agiah ini dijadikan nama nagari ini yang lama kelamaan dialih menjadi Surantih agar baik bunyinya.
b. Versi Kayu Meranti Besar
Secara umum masyarakat menyakini bahwa nama Surantih diambil dari pohon kayu Meranti besar yang dulu pernah tumbuh di Pasar Lama Padang Api-api. Pada saat itu daerah Pasar Lama berbentuk delta yang berada di tengah aliran muara sungai Batang Surantih dan anak sungai yang disebut Batang Miri. Karena seiring berjalannya waktu nama ini dialih bunyikan pengucapannya menjadi Surantih agar lebih enak diucap dan didengar, nama Surantih ini juga diberikan pada batang air tersebut sehingga dalam keseharian masyarakat menyebutnya Batang Surantih sedangkan pada masa dahulunya disaat Raja masih berkedudukan di Batu Bala[h] nama batang air ini adalah Galaga Putiah.
c. Versi Peristiwa Adat
Asal nama Nagari Surantih yang lain berasal dari cerita pada saat pemerintahan Raja telah berkedudukan di Ganting Hilir, yaitu di Timbulun. Dikala Raja berserta para pembesarnya (Ikek Nan Ampek, Manti, Dubalang) bermufakat menyusun aturan-aturan adat yang telah dibawa dan diwarisi dari nenek moyang dari Sungai Pagu. Musyawarah tersebut melahirkan kata mufakat tentang susunan adat, yaitu Susunan Rangkaian Adat Nagari Tentang Ikek Nan Ampek. Kemudian Susunan Adat Nagari Tentang Ikek Nan Ampek ini disingkat menjadi nama Surantih. Penjabarannya adalah sebagai berikut:
Mengenai asal nama Nagari Surantih sendiri ada beberapa versi. Pertama, asal nama Nagari Surantih ini berawal dari peristiwa yang berlangsung di daerah Kampung Pasie Nan Panjang sekarang, disaat air laut mulai surut dan bumi (daratan) bertambah luas (Lawik Basentak Turun, Bumi Basentak Naiek). Daratan yang baru muncul dan belum bertuan tersebut oleh Raja dibagi-bagikan (Diagiah-agiahkan) pada rakyatnya. Peristiwa ini diibaratkan Raja sedang ma[r]antiah makanan yang kemudian diagiah-agiah (Diberikan) pada anak kamanakan yang ada. Kemudian dari kata-kata ma[r]antiah dan diagiah-agiah ini dijadikan nama nagari ini yang lama kelamaan dialih menjadi Surantih agar baik bunyinya.
b. Versi Kayu Meranti Besar
Secara umum masyarakat menyakini bahwa nama Surantih diambil dari pohon kayu Meranti besar yang dulu pernah tumbuh di Pasar Lama Padang Api-api. Pada saat itu daerah Pasar Lama berbentuk delta yang berada di tengah aliran muara sungai Batang Surantih dan anak sungai yang disebut Batang Miri. Karena seiring berjalannya waktu nama ini dialih bunyikan pengucapannya menjadi Surantih agar lebih enak diucap dan didengar, nama Surantih ini juga diberikan pada batang air tersebut sehingga dalam keseharian masyarakat menyebutnya Batang Surantih sedangkan pada masa dahulunya disaat Raja masih berkedudukan di Batu Bala[h] nama batang air ini adalah Galaga Putiah.
c. Versi Peristiwa Adat
Asal nama Nagari Surantih yang lain berasal dari cerita pada saat pemerintahan Raja telah berkedudukan di Ganting Hilir, yaitu di Timbulun. Dikala Raja berserta para pembesarnya (Ikek Nan Ampek, Manti, Dubalang) bermufakat menyusun aturan-aturan adat yang telah dibawa dan diwarisi dari nenek moyang dari Sungai Pagu. Musyawarah tersebut melahirkan kata mufakat tentang susunan adat, yaitu Susunan Rangkaian Adat Nagari Tentang Ikek Nan Ampek. Kemudian Susunan Adat Nagari Tentang Ikek Nan Ampek ini disingkat menjadi nama Surantih. Penjabarannya adalah sebagai berikut:
Susunan
Rangkaian
Adat
Nagari
Tentang
Ikek
nan Ampek.
Disepakatinya aturan ini maka nagari ini sejak saat itu disebut Surantia atau sekarang lebih
dikenal dengan nama Surantih. Itulah gambaran mengenai asal mula nama Nagari Surantih yang berkembang dalam
pengetahuan masyarakat Surantih sendiri. Terlepas dari mana yang benar dari
cerita-cerita tersebut, bagi masyarakat yang menyakini salah satunya, cerita
tersebut bagi mereka mempunyai makna tersendiri.
2. Sejarah Asal Mula Nama Kampung Di Nagari Surantih
Asal
mula nama kampung/tempat yang ada dalam Nagari
Surantih mengalami proses yang sama. Asal nama yang diberikan pada kampung yang
ada dalam Nagari Surantih adalah
pemberian dari peristiwa-peristiwa ketika Raja melewati kampung-kampung itu
pertama kalinya.
A.
Kampung Langgai
1). Nama Kampung Langgai diambil dari peristiwa ketika
dalam perjalanan, Raja memerintahkan pada bawahannya untuk berhenti, ucapan Raja
“langgan iko kito dolu, lah ganok kito
bajalan”. Kata Langgan adalah asal kata nama Kampung
Langgai, seiring perjalanan waktu dialih bunyikan menjadi Langgai.
2). Langgai berasal dari kata “inggam” (bahasa asli penduduk dahulu), yang pada masa sekarang
berarti “inggo iko awak lai”. Lama-lama
kata “inggam” tersebut berubah
menjadi Langgai seperti yang kita sebut sekarang ini.
B.
Kampung Batu Bala[h]
1). Asal nama Kampung
Batu Bala[h] diambil dari peristiwa dalam sebuah perjalanan, Raja merasa lelah
dan memerintahkan untuk berhenti. “baranti
dakok iko kito dolu malapeh lalah”, kata malapeh lalah dijadikan
sebagai asal nama Batu Bala[h].
2). Versi lain yang
menceritakan asal nama Batu Bala[h] diambil dari peristiwa terjadinya
pertengkaran antara dua bersaudara. Perpecahan mereka ini ditandai dengan
terbelahnya batu menjadi dua. Batu Belah ini kemudian dijadikan sebagai asal
nama Batu Bala[h]. Hingga sekarang cerita ini masih dipercayai masyarakat,
termasuk batu belah tersebut masih bisa ditemukan di Kampung Batu Bala[h].
C.
Kampung Kayu Aro
1). Asal nama
Kampung Kayu Aro bermula dari peristiwa Raja meminta untuk berhenti, salah
seorang pembantu berkata pada Raja “saro”.
Kata ini kemudian dialih namakan menjadi nama Kayu Aro.
2). Versi lain dari
nama Kayu Aro berasal dari keadaan daerah ini yang banyak terdapat Pohon Kayu
Aro. Dari nama pohon inilah nama Kayu Aro dinamakan masyarakat.
D.
Kampung Ampalu
1). Lantaran daerah
ini baru berpenghuni di Ganting Mudik, sedangkan orang terus menerus berpindah
mencari lahan-lahan baru yang subur. Sementara daerah ini merupakan pintu
gerbang ke daerah Ganting Mudik. Pada masa itu oleh Petua-petua Koto Katenggian, ditempatkanlah orang-orang untuk
menjaga dan menanyai pendatang apa maksud dan tujuannya. Setelah diketahui
maksud dan tujuannya, barulah mereka diberi izin masuk. Karena adanya perlakuan
yang demikian kepada setiap orang yang datang, dengan cara mangampal untuk ditanyai sebelum melewati daerah para penjaga
tersebut. Lamanya proses itu diberlakukan, maka orang-orang menyebut daerah
tersebut dengan nama ampal-u
2). Untuk asal nama
Ampalu berawal dari peristiwa Raja memerintahkan untuk berhenti ketika melewati
daerah ini. “Baranti kito siko dolu”,
dari kata tersebutlah dijadikan nama Kampung Ampalu.
3). Selain itu
munculnya nama Ampalu diyakini masyarakat juga berawal dari keadaan daerah ini
pada masa dahulunya banyak terdapat buah ampal yang jatuh ke sungai banyak
terdapat dipinggiran batang air.
E.
Kampung Kayu Gadang
1). Asal nama Kayu
Gadang berawal pada saat Raja melewati daerah ini, ketika akan melalui batang
air yang saat itu airnya lumayan deras, setelah sampai di seberang beliau
berkata “ baranti dakok kayu ko dolu,
litak kito manyubarang aie gadang”, dari peristiwa inilah diberikan nama
Kayu Gadang pada daerah tersebut.
2). Cerita lain
yang menyebutkan asal nama Kayu Gadang karena pada daerah ini pada zaman dahulu
terdapat pohon besar. Begitu besarnya pohon tersebut tidak bisa dipeluk oleh
lima orang yang berdiri melingkari pohon kayu tersebut. Dari pohon kayu besar
inilah nama Kampung Kayu Gadang diambil.
F. Kampung
Gunung Malelo.
Asal nama Kampung Gunung Malelo bermula diambil dari
keadaan lokasi alam. Hal ini dikarenakan kampung ini berada di pinggiran
gunung. Zaman dahulu, di daerah ini tinggal hidup basumando ke Kaum Kampai seorang pemuka agama Islam murid dari Syeh
Burhanudin yang bergelar Maharajo Lelo (angku adat). Karena begitu segannya
masyarakat dalam memanggil nama beliau dalam pergaulan hidup sehari-hari,
sehingga beliau dipanggil dengan sebutan Lelo. Karena beliau tinggal di daerah
pinggiran gunung akhirnya daerah tersebut disebut masyarakat dengan nama Gunung
Malelo.
G.
Kampung Koto Marapak
Nama Kampung Koto Marapak berasal dari peristiwa ketika
wakil Raja melakukan perjalanan bersama rombongannya untuk memulai manapaki
(menjejaki) lokasi-lokasi koto di nagari
ini dan menentukan ajok sepadan Kampung
Kayu Gadang. Pada saat berangkat Raja berkata, “Iko panapak’an patamo kito”. Oleh pengiring beliau menjadikan
tempat tersebut Koto Marapak.
H.
Kampung Koto Panjang
Asal nama Kampung Koto Panjang muncul berawal dari
peristiwa Raja melanjutkan perjalanannya dari Koto Marapak. Ketika memasuki
daerah Koto Panjang sekarang ini, melihat daerah yang luas dan panjang Raja berkata,
“iko yo panjang dapek dibuek kampung”
kata Raja pada pengikutnya. Dari ucapan tersebutlah asal nama Kampung Koto
Panjang diambil.
I.
Kampung Timbulun
1). Nama Timbulun
berasal dari kebiasaan masyarakat pada masa dahulu dalam melihat air pasang,
karena di daerah ini terdapat sebuah Lubuk yang dalam dibatasi oleh sebuah
jeram yang dibatasi oleh gugusan batu yang besar. Sehingga ketika air laut
pasang batu-batu tersebut akan hilang ditelan air pasang, sebaliknya pada air
surut batu tersebut akan kelihatan. Sehingga pada saat seseorang bertanya apa
air laut pasang/surut akan berkata, “alah
timbua, alun” dikenallah daerah tersebut dengan nama Timbulun.
2). Versi lain
menyebutkan bahwa asal nama Timbulun berasal dari peristiwa ketika Raja pindah
dari Batu Bala yang melewati Sialang. Setelah beberapa lama mencari lahan baru
di seberang air yang memiliki dataran yang luas. Orang dari seberang mengatakan
bahwa daerah itu adalah timbalan dari
Sialang. Atau memindahkan ke lokasi baru. Dalam dialek bahasa sehari-hari
diucapkan timalan, lama-lama berubah
bunyi pengucapannya menjadi Timbulun.
J.
Kampung Rawang
Nama kampung ini diambil dari kondisi ekologinya. Setelah
masyarakat mulai berkembang, karena daerah ini sebelum berkembang menjadi
pemukiman baru merupakan daerah berawa. Akhirnya seiring dengan berjalan waktu
orang-orang menyebutnya dengan sebutan Rawang. Maka timbullah nama Kampung Rawang
tanpa dikondisikan dengan jelas.
K.
Kampung Sungai Sira[h]
Nama Kampung Sungai Sira[h] juga muncul berkaitan dengan
kondisi lingkungan ekologi daerah ini. Karena di daerah ini memiliki sebuah
sungai kecil yang memiliki air yang tidak pernah jernih. Tidak jernihnya air
sungai dan terus menerus keruh, menimbulkan warna kemerah-merahan pada airnya.
Kata merah dalam dialek keseharian masyarakat diucapkan sira[h]. Sehingga sungai tersebut disebut masyarakat Sungai Sira[h]
dan lama kelamaan dijadikan sebagai nama daerah tersebut.
L.
Kampung Pasir Nan Panjang
Nama Kampung Pasir Nan Panjang muncul juga dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan/ekologis. Menurut sejarah dahulu bahwa di kampung ini
merupakan daerah pinggiran pasir pantai yang memanjang. Dilihat dari kondisi
tanah di kampung yang berpasir menjadi tanda bahwa kampung ini dahulunya
merupakan daerah pantai. Setelah berdirinya perkampungan penduduk di daerah
ini, orang-orang menyebut nama daerah ini dengan sebutan Kampung Pasir Nan
Panjang.
M.
Kampung Pasar Surantih
1). Kampung ini merupakan persekutuan kampung-kampung nagari yang jadi pusat keramaian dan
pemerintahan. Pada masa dahulunya kampung ini disebut dengan nama Kampung
Berhimpun[1].
Orang yang berasal dari luar mengenalnya dengan sebutan Surantih, itu pula
sebabnya kampung tersebut akhirnya bernama Pasar Surantih.
2). Pada masa dahulunya Nagari Surantih memiliki Pasar Nagari
di Padang Api-api. Di sana tumbuh sebatang pohon meranti besar, tempat
orang berjual beli, sehingga orang luar Surantih hanya mengenal batang pohon
tersebut dengan nama Meranti. Lama-lama kata meranti itu berubah menjadi
Surantih.
Selain nama kampung-kampung di atas, ada nama-nama tempat
yang muncul karena erat kaitannya dengan sejarah perkembangan nagari, yaitu :
N. Singkulan.
Nama Singkulan berasal dari peristiwa yang terjadi pada
masa dahulu diadakannya suatu pertemuan oleh 19 orang yang memangku gelar Datuk guna memusyawarahkan pencarian
daerah baru yang akan dijadikan pemukiman baru karena pada saat Koto Katenggian
sebagai daerah pelacohan pertama
tidak bisa lagi menampung penduduk yang seiring berjalannya waktu terus
bertambah. Tempat para Datuk tersebut
mengadakan musyawarah dinamakan perkumpulan.
Nama perkumpulan ini lama kelamaan dirubah bunyinya menjadi Singkulan.
O. Lambung
Bukik
Nama daerah ini berasal dari peristiwa alam
robohnya sebuah Kayu Gadang ke sungai. Begitu besarnya hingga hempasannya
sampai ke seberang sungai. Akibatnya percikan atau lambuang air sampai ke puncak bukit kecil dusun tersebut. Maka dari
peristiwa itulah muncul nama daerah yang disebut Lambung Bukit.
[1] Kampung Berhimpun merupakan tempat perkumpulan/perhimpunan yang
masyarakatnya berasal dari berbagai penjuru daerah dan kaum yang beragam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar